Senin, 19 November 2007

Kerja Lagi....

Tiba - tiba ada kerinduan menyeruak untuk kembali ke dunia kerja. Bosen juga rasanya di rumah, hanya berkutat dengan rutinitas yang rasanya tak pernah ada habisnya. Memang, duniaku sekarang lebih berwarna lagi dengan adanya Pasya. Tapi aku juga butuj bersosialisasi dengan lingkungan baru. Agar aku tak hanya menjadi "orang yang tidak berguna".
Ayahnya Pasya memang mengijinkan, tapi setelah nanti Pasya 6 bulan, karena kalo sekarang dia menginginkan aku memberikan ASI ekslusif untuk Pasya. Aku hanya bisa menghitung waktu sambil terus mencari dan mengisi lowongan yang terpampang di internet. Kadang timbul iri juga pada Ayah Pasya yang setiap hari mempunyai jam kerja yang pasti. Berangkat jam 6 dan pulang jam 6 juga. Belum lagi dengan kegiatannya bersama teman - teman kantornya, ya walaupun hanya sekedar makan siang bareng. Sedangkan aku, "jam kerja" ku tak pernah selesai, kecuali Pasya tidur. Aku selalu berkutat dengan Pasya.
Bukan aku tidak mensyukuri nikmat Allah berupa Pasya, dia adalah anugrah terindah yang pernah aku dapatkan setelah Ayahnya Pasya. Tapi aku juga perlu "dunia lain" untuk kesehatan jiwaku.

Senin, 12 November 2007

Si Cantik...

Ga bisa dipungkiri, merawat Pasya memang capek banget. Bagaimana tidak, baru 1 menit selesai di mandikan, didandani dengan baju yang lucu dan cantik, eh...tau - tau dia buang air besar/kecil. Hu...rasanya pengen banget saya mencubit pipinya yang tembem karena gemes campur kesel. Rasanya capek saya memandikan dia belum juga hilang, eh sudah di suguhi dengan pekerjaan baru, membersihkan bekas buang air besar/kecilnya. Tapi kekesalan itu tak bertahan lama, karena sekarang Pasya sudah bisa mengoceh. Maka dengan muka tak berdosanya dia mengoceh polos di hadapan saya, sambil menunjukkan bibirnya yang lucu. Seolah dia ingin bilang ke saya " Bunda....Maaf ya, abis aku kebelet banget." Kalo sudah begitu, jangankan marah....yang ada saya langsung menciumi pipinya dengan gemes, dan dia tertawa.
Ah Pasya....
Kamu memang lucu. Bisa membuat Bunda lupa dengan segala rasa sakit yang kadang masih Bunda rasakan dari jahitan saat melahirkan kamu. Bunda sayang banget sama kamu. Rasanya Bunda ingin selalu dekat sama kamu dan memeluk kamu...

Minggu, 14 Oktober 2007

Belajar Dari Pasya

Tak terasa 2 minggu sudah Pasya (panggilan untuk putri pertama kami), berada di tengah - tengah kami. Banyak kebiasaan - kebiasaan kami yang dulu tak pernah kami lakukan sekarang harus kami lakukan. Begitu juga dengan kebiasaan yang pernah kami lakukan sekarang malah tak bisa kami lakukan.
Pasya membawa banyak hal baru dalam kehidupan pernikahan kami. Juga kehidupan spiritual kami. Malam hari kami tak lagi bisa "mengukir" mimpi senikmat biasa, karena kami harus tetap terjaga untuk mengawasi Pasya, apa dia mengompol, apa dia haus dan sebagainya. Siang hari pun kami tak bisa leluasa jalan - jalan menikmati libur Lebaran bersama keluarga, karena kondisi Pasya yang baru lahir masih rentan untuk bisa di ajak jalan - jalan jauh.
Tapi keberadaan Pasya juga membuat kami jauh lebih pasrah dan tawakal menghadapi hidup. Kami tak lagi "ngoyo" menjalani hidup, tal lagi memaksakan hal yang terkadang di luar kemampuan kami, kami juga tak lagi memandang hidup hanya milik kami seorang. Kami lebih mampu melihat bahwa segala hal bisa diselesaikan dengan kesabaran dan do'a. Kami juga belajar untuk mengerem kemauan kami, dengan lebih memperhatikan segala hal yang ada di sekitar kami.
Segala hal yang berhubungan dengan Pasya memberikan pembelajaran tersendiri untuk kami. Kami belajar untuk menjadi lebih dewasa lagi. Dan satu hal, setiap kami tidak sepaham tentang suatu hal, kami langsung melihat wajah Pasya yang lugu. Wajah yang tak pernah lelah tersenyum untuk kami, walaupun dia sedang kehausan ingin minum ASI. Kalau sudah begitu, hilanglah segala rasa yang tak enak dalam hati kami. Berganti dengan rasa yang penuh syukur atas segala kepercayaan yang Allah serahkan ke kami. Dan kami berusaha untuk tidak menyianyiakannya.
Ternyata anak sekecil Pasya mampu membuat kami, orang tuanya belajar banyak hal tentang sesuatu yang sebelumnya kami lupakan. Makasih nak, semoga kamu mampu menjadikan kami orang tua yang jauh lebih baik lagi, dan menjadi manusia yang selalu bersyukur.

Selasa, 09 Oktober 2007

Hebatnya si Ayah

Kebahagiaan kami sekarang lengkap sudah, dengan lahirnya si buah hati belahan jiwa Althofunnisa Naifa Pasya. Putri pertama kami yang lahir 27 September 2007 lalu di RS. Sari Asih melalui operasi caesar pada pukul 09.58 WIB dengan berat 3,6 Kg dan panjang 51 Cm. putri kami ini memang pintar, dia lahir pada saat Ayahnya menungguinya, padahal beberapa saat sebelumnya Ayahnya sering kali meninggalkan Jakarta untuk tugas keluar kota. Kalaupun tidak keluar kota, Ayahnya biasa mengemban tugas yang tak kalah memakan waktu. Tapi saat Pasya (panggilan kami pada si bidadari kecil) lahir, Ayah berada di luar ruang operasi menunggui dengan setia. Bahkan Ayah mengadzankan Pasya beberapa menit setelah dia lahir.
Beberapa hari di Rumah Sakit setelah operasi, keadaan saya belum sepenuhnya membaik. Bahkan bisa dikatakan masih banyak yang perlu di “benahi” di sana sini. Saya juga masih belajar banyak hal tentang bayi. Dari mulai memandikan sampai urusan menyusui. Nah untuk urusan yang terakhir itu, suami saya banyak sekali membantu. Terutama jika saya menyusui saat tengah malam. Suami biasa meluangkan waktu tidurnya untuk sekedar mengambilkan saya air minum, maklumlah kegiatan menyusui ini banyak sekali menghabiskan stamina saya. Suami juga memijit bahu saya yang pegal karena terlalu lama menyusui sambil duduk. Saat siang hari atau sore hari saya harus menyusui Pasya, suami juga selalu berusaha sebisa mungkin mendampingi. Suami biasa mengipasi badan saya dan Pasya yang basah karena keringat, maklum udara sekarang sangat kurang bersahabat. Suami juga tak pernah absen membuatkan saya susu Ibu Menyusui, sebagai penambah stamina saya dalam menyusui. Kalau sudah begitu, semua rasa lelah setelah menyusui takkan terasa lagi. Semua hilang dengan sendirinya. Apalagi melihat Pasya yang tertidur lelap dalam pelukkan saya setelah kenyang menyusu.
Saya bersyukur dengan apa yang saya dapatkan sekarang. Semua anugrah yang tak pernah saya duga sebelumnya. Mendapatkan seorang suami yang sedemikian perhatian, sampai anak yang lucu dan membanggakan. Semuanya memang anugrah tak terkira. Semoga segala kebahagiaan ini tak pernah hilang sampai kapanpun. Amin.

Rabu, 03 Oktober 2007

Bidadari Kecilku...

Bidadari Kecilku...
Menangis perlahan dalam pelukkanku...
Memeluk erat tanganku dengan tangan kecilnya...
Bidadari Kecilku...
Tersenyum cantik dalam pelukkanku...
Terima kasih ya Allah, kau telah memberikan aku Bidadari Kecil yang cantik
Althofunnisa Naifa Pasya....
Nama Cantikmu kan selalu terukir dalam hati Bunda...
Segalanya hanya untukmu,anakku sayang....
Alhamdullilah...
Telah lahir, putri pertama kami yang cantik. Pada tanggal 27 September 2007, Pukul 09.57 WIB, di Rumah Sakit Sari Asih. Berat Badannya 3.6Kg, dengan Panjang 51 Cm. Lahir lewat Operasi Caesar, tapi Bayi dan Ibunya sehat.
Semoga Allah Menjadikannya anak yang cerdas, sehat, cantik dan menjadi kebanggaan Orang Tua.

Rabu, 12 September 2007

Perkataan Ibu = DO'A

“Saya menjadi seorang wanita penghibur seperti sekarang ini tak lain karena do'a Ibu saya.” Ungkapan itu muncul dari seorang wanita yang sudah 11 tahun ini menjalani pekerjaan sebagai pemuas syahwat para lelaki hidung belang. Dahi saya langsung berkerut mendengar pengakuan polos wanita itu.
“Maksudnya apa ya mbak...Kok apa yang terjadi sama mbak sekarang ini atas do'a Ibu Mbak??!!” Tanya saya menyelidik padanya. Saya memang sangat penasaran dengan pernyataan wanita itu, bagaimana tidak. Pekerjaannya yang sekarang adalah hasil do'a dari seorang wanita yang selama 9 bulan bersusah payah mengadungnya, dan merawatnya sampai lepas dewasa. Apakah hal itu mungkin??!! padahal setahu saya, seorang Ibu yang tak akan pernah tega melihat anaknya menderita, bahkan melihat anaknya sedih saja pastilah seorang Ibu akan menjerit kesedihan pula.
“Sedari kecil Ibu selalu menghujani pikiran dan hati saya dengan kata – kata yang selalu saya tanam dalam otak saya sampai sekarang” Wanita itu mulai bercerita, menjawab pertanyaan saya yang mungkin terdengar aneh di telinganya.
“Ibu mungkin menganggap saya sebagai satu – satunya anak beliau yang merupakan aib keluarga. Ibu tak pernah sekalipun bangga terhadap apapun yang saya lakukan. Dari mulai prestasi sekolah, pergaulan, sampai tingkah laku saya di rumah, selalu salah dimata Ibu” Wanita itu bercerita sambil matanya menerawang jauh ke langit, menebar kesedihan yang selama ini dia pendam seorang diri.
“Ibu tak pernah setuju atas apapun pendapat yang saya lontarkan pada beliau. Bagi beliau, mendengarkan saya berbicara tak lain hanyalah sebuah kewajiban saja, bukanlah sebagai sebuah kasih sayang Ibu kepada anaknya. Saya juga tak pernah mendapatkan perlakuan sama dengan adik – adik saya yang lain. Itulah yang membuat saya selalu lari dari rumah tanpa perduli apakah saya akan mati di jalan. Ibu juga selalu menhujani saya dengan kata – kata yang pedas ditelinga. Kata – kata yang sebenarnya tak pantas diucapkan seorang wanita mulia. Wanita yang selama 9 bulan berpeluh mendekap saya dalam rahimnya. Wanita yang bertaruh nyawa untuk membuat saya melihat indahnya dunia. Ya, wanita yang menurut Rasul tempatnya jauh lebih mulia dari seorang laki – laki yang sering kita panggil dengan sebutan Ayah.” wanita itu mengakhiri ceritanya dengan air mata yang meleleh deras dari setiap sudut matanya.
Ya, sekarang saya mengerti mengapa dia mengatakan kalo apa yang terjadi padanya sekarang adalah hasil do'a dari wanita yang selama ini dihormatinya, wanita yang selama ini di panggilnya dengan panggilan Ibu. Kata – kata apapun yang keluar dari seorang Ibu adalah sebuah DO'A untuk anak – anak dan keluarganya. Tidak hanya perkataan Baik, perkataan Burukpun akan berdampak pada si anak. Apakah layak seorang Ibu memberikan perkataan tidak baik pada buah hatinya, perkataan yang akan membuat si anak menjadi jatuh dalam keburukan??!!
Saya langsung beristigfar sambil mengelus perut saya yang tengah membuncit. Sambil menghela nafas dalam saya berdo'a “ Ya Allah, jadikanlah anak – anakku anak yang shaleh/shalehah. Dan jangan kau jadikan aku Orang Tua yang justru menjadikan keburukan untuk anak – anakku.” Semoga cerita dari wanita yang tak mungkin saya sebutkan identitas dirinya itu dapat menjadikan kita menjadi calon Orang Tua atau Orang Tua yang lebih baik lagi.

Kemana Perginya Pemahaman Itu??!!

Saya banyak belajar dari peristiwa yang terjadi pada orang – orang terdekat saya. Peristiwa yang banyak mengajarkan saya tentang banyak hal, terutama makna menghargai kerja keras orang lain. Ada satu peristiwa yang selalu membuat saya berfikir, apakah benar yang kita lakukan didunia ini sudah benar..
Peristiwa ini menggambarkan tentang seorang yang menurut saya sangat paham dan benar dalam penerapan ilmu – ilmu agamanya, tapi entah mengapa banyak sekali “complain” dari orang – orang terdekatnya tentang hal – hal yang justru terkesan sangat “terdzolimi” oleh sikap – sikap orang tersebut. Bagaimana tidak, salah satu contoh, sebagai seorang pengusaha yang bisa dibilang sukses dibidangnya (walaupun baru usaha rumahan), tidaklah sepantasnya dia melalaikan pembayaran upah pegawainya. Tapi pada kenyataannya tak hanya satu dua orang pegawainya yang “complain” dengan sistem penggajian yang di terapkan dalam perusahaannya itu. Bahkan ada seorang pegawainya yang seumur hidupnya bekerja sebagai karyawan, tapi tak sepeser uangpun yang dia dapatkan. Memang si pengusaha memberikan rumah untuknya berteduh, tapi bukan sebuah rumah pribadi khusus untuknya, melainkan rumah si pengusaha yang dipakai untuk tinggal bersama dengan karyawan lainnya. Begitu juga soal makan, tak pernah karyawan itu mendapatkan uang makan yang merupakan haknya, tapi dia makan juga di rumah yang merupakan rumah si pengusaha. Satu hal yang membuat saya tidak mengerti adalah bagaimana mungkin seorang yang mengerti agama, bahkan sering memberikan ceramah agama untuk orang lain bisa berbuat demikian terhadap orang terdekatnya. Sungguh sangat ironis. Itulah sekelumit cerita tentang sekitar kita yang kadang sering kita temui. Orang yang kita anggap benar pemahamannya, malah banyak membuat kita berfikir, kemana sebenarnya perginya pemahaman itu??!!

Senin, 10 September 2007

Lelaki Hidung Belang

Pastinya judul BLOG saya kali ini membuat dahi berkerut, atau mata terbelalak. Tapi memang judul itulah yang menurut saya sangat cocok dengan isi BLOG saya kali ini. Terinspirasi dari sinetron religi yang saya tonton tadi pagi di TV, saya tergelitik untuk menulisnya dalam BLOG ini, menurut versi saya tentunya.
Dalam sinetron tersebut memang menggambarkan secara jelas kehidupan seorang PSK (Pekerja Seks Komersial) sehari-hari. Bagaimana mereka memulai hari sampai bagaimana mereka meratapi dosa yang selama ini menggelayuti hidup mereka. Tapi di BLOG ini bukan itu yang ingin saya tulis, melainkan tentang bagaimana perlakuan lingkungan terhadap mereka.
Di sinetron tersebut, jelas tergambar kalo limgkungan sekitar sangat membenci dan mencibir pekerjaan mereka. Saya tidak menyalahkan perlakuan mereka, tapi saya sangat tidak bisa menerima saat perlakuan buruk itu justru datang dari orang yang sebenarnya malah menjadi penggemar mereka. Para lelaki hidung belang yang setiap malam tanpa ragu duduk bersama mereka. Para lelaki itu seolah tak pernah perduli dengan status mereka. Padahal mereka banyak yang telah mempunyai istri dan anak, bahkan terkadang tak hanya satu istri. Lalu apa yang mereka cari sebenarnya ditempat itu. Bukankah dirumah mereka telah memiliki semuanya??!!
Tapi setelah para lelaki itu keluar dari sarang kenikmatan sesaat itu, mereka serasa lupa dengan kelakuan mereka didalam tadi. Mereka langsung membuang topeng diwajah mereka, seolah mereka tak mau kalo ada orang lain yang mengenali dan mengetahui perbuatan mereka. Apalagi saat mereka berada dirumah, mereka berbuat seolah mereka adalah para malaikat yang bersih hati dan kelakuannya. Mereka juga tanpa ragu mengomentari tentang banyaknya tontonan yang menggambarkan betapa tidak setianya para suami – suami diluar sana. Mereka tak sadar, bahwa mereka juga salah satu diantaranya.
Mereka juga memandang sinis ke arah para wanita yang berada di pinggir jalan, diwarung remang – remang, diskotik dan cafe – cafe. Padahal itu adalah tempat favorit mereka menghabiskan malam. Itulah gambaran manusia yang sebenarnya. Kadang kita lupa bahwa yang kita komentari adalah hal yang mungkin pernah kita lakukan sebelumnya. Sekarang waktunya kita belajar untuk melihat kedalam sebelum kita melihat jauh keluar. Jangan mendidik diri kita menjadi manusia yang selalu sibuk melihat pada kesalahan orang lain, sedangkan kesalahan kita tertinggal jauh dibelakang.

Rabu, 05 September 2007

1Tahun Kebersamaan Kita

Tak terasa 1 Tahun sudah kita lalui bahtera rumah tangga ini. Tak hanya suka yang kita reguk, tapi juga duka dan lara. Memang bukan hal yang mudah untuk selalu menemanimu dalam kebersamaan ini, tapi cinta dan sayangku memanduku untuk selalu setia menemanimu. Sebagai Istri mungkin aku belumlah sempurna, namun dengan kasih sayangmu, kau dengan telaten mengajari aku untuk dapat selalu memahamimu. Setiap hari bersamamu, aku belajar hal baru dalam hidupku. Belajar untuk memahamimu, mencintaimu, dan selalu setia disampingmu. Aku mencintaimu, dulu, sekarang, nanti dan selamanya....
Sebulan lagi genap sudah kebahagiaan kita, dengan hadirnya buah cinta kita. Bayi mungil yang selama ini kita tunggu kahadirannya. Semoga dengan lahirnya simungil, semakin mempererat cinta kita, dan menjadikan kita sebagai pasangan yang jauh lebih baik lagi.amin.
Selamat hari pernikahan, suamiku...Aku bahagia Allah menjadikan kau sebagai belahan hatiku.

Jumat, 31 Agustus 2007

Kado Tanda Cinta


Tanggal 30 Agustus kemaren memang hari dimana beberapa tahun silam aku dilahirkan kedunia. Ada banyak hal yang berbeda dengan ulang tahunku beberapa waktu yang lalu. Kalo setahun yang lalu aku menjalani ulang tahun ku dengan calon suami, karena kebetulan hari pernikahan kami hanya berbeda 4 hari dengan hari ulang tahunku. Tahun ini, aku sudah merayakan ulang tahunku dengan sang suami tercinta. Satu peristiwa yang sangat membahagiakan dalam hidupku...
Pulang kantor 1 hari sebelum ulang tahunku, suami menelpon dengan nada ceria, mengabarkan bahwa 1 kado special telah disiapkan untukku. Wah,rasanya ga sabar banget untuk menunggu kepulangannya dari kantor, padahal jam pulang kantornya tak lama lagi. Tak lama, suami sampai dirumah...dengan wajah berseri dan sedikit meledek suami memeluk saya dengan mesra. "Mana kadonya,yang (panggilan sayang saya pada suami)...??!!" Pertanyaan saya malah dibalasnya dengan senyum simpul penuh makna, sambil meledek dia berkata "Nanti donk, ntar ga surprise.." Halah, males banget deh, pikir saya dalam hati, bikin penasaran aja. Akhirnya saya harus menunggu lagi dengan sabar untuk melihat kado special dari suami.
Hem...sampai juga dirumah kami, wah bisa segera buka kado neh, begitu pikirku saat melangkahkan kaki pertama kali dirumah. Saya langsung menagih hadiah itu. Dan satu kotak merah hati lengkap dengan gambar hati dimana-mana saya terima dengan hati berdebar. Lengkap dengan 1 buah kartu ucapan yang romantis mengiringinya. Wah, ternyata hadiahnya Gamis manis wana merah hati. Duh, kok rasanya ga percaya kalo kado ini pilihan suami. Bukannya apa-apa, soale baju ini termasuk baju yang "ceweq" banget. Tapi ternyata suami punya selera yang bagus banget. hehehe...
Kado indah tanda cinta di Ulang tahunku, Ulang tahunku yang pertama dalam kebersamaan kita....semoga cintamu tak hanya sebatas awetnya baju ini dilemari, tapi selalu awet sampai ajal memisahkan kita. I LOVE U,suamiku....Thanks 4 everythings.

Jumat, 24 Agustus 2007

Cinta Yang Tak Tergantikan

Sebagai calon Ibu,mungkin saya bukanlah seorang Ibu yang baik. Bagaimana tidak, saya tidak pernah tau tentang nutrisi dan susu hamil yang baik untuk saya dan si calon bayi. Itu lebih karena segala hal yang berkenaan dengan kehamilan saya si calon Ayahlah (suami) yang dengan sigap mengurusnya. Mulai saya dinyatakan hamil oleh Dokter, suamilah yang cekatan mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan kehamilan saya, dari mulai nutrisi yang harus saya penuhi untuk kesehatan janin dan saya, susu hamil sampai hal-hal kecil lainnya.
Sepulang kerja, secapai apapun lelah yang mendera, suami selalu membuatkan segelas susu hamil hangat untuk saya minum, lalu setelah kami selesai shalat isya berjamaah, suami memotong buah untuk pelengkap nutrisi saya hari itu. Lalu dengan setia suami menemani saya memakan buah itu sampai habis, bahkan tak jarang malah suami yang menghabiskan (hehehe..), setelah itu suami mengingatkan saya untuk segera meminum susu hamil, sambil mengelus mesra rambut saya "Chayang, (panggilan sayang suami pada saya) ayo susunya diminum, nanti keburu dingin...." Duh, rasanya tak mungkin deh ada wanita lain diluar sana yang dimanjakan seperti saya sekarang. Setelah minum susu, barulah kami berdua tidur. Tak hanya itu saja tanda cinta suami, saat saya "mengeluh" sakit pada pinggang, atau capek pada kaki karena beban perut yang semakin membesar, suami juga dengan sigap langsung memijit saya dengan tangan lembutnya. Walaupun kadang yang lebih terasa adalah geli, bukannya rasa sakitnya yang berkurang. Tapi itulah suami saya, yang dengan cintanya selalu membuat saya nyaman dengan kehamilan ini, dia juga selalu menguatkan dan mendukung saya saat saya "lelah" dengan kehamilan ini. Kalo kata orang ada yang namanya suami SIAGA, maka untuk saya suami lebih dari suami SIAGA, tapi juga dokter pribadi saya, karena dia lah yang memantau segala nutrisi saya selama kehamilan, suami juga seorang psikiater,karena dia yang selalu bisa menenangkan saya dalam menghadapi kehamilan ini. Itulah cinta suami yang tak tergantikan oleh siapapun dan sampai kapanpun. Saya sungguh beruntung memilikinya, dan bayi kamipun sangat beruntung memiliki calon ayah seperti dia.

Jumat, 17 Agustus 2007

Romantisme

Banyak pasangan yang telah lupa untuk menyisihkan waktu berdua saja dengan pasangannya. Mereka berpendapat bahwa seiring dengan berjalannya waktu pernikahan mereka, maka kebersamaan itu juga akan berbanding lurus. Padahal tidak demikian adanya. Dengan sejuta kesibukan yang kita miliki, belum lagi dengan hadirnya anak - anak ditengah - tengah pernikahan kita, kita semakin tidak memiliki waktu untuk berdua saja.
Menghabiskan waktu berdua saja sangatlah penting dalam perjalanan pernikahan. Bukannya tidak mungkin kalo dalam perjalanan kebersamaan kita ada hal - hal yang tidak sempat kita bahas, hanya karena waktu kita yang semakin berkurang untuk berdua, atau kita sibuk dengan tugas dan kewajiba kita masing - masing.
Tidak harus mahal kok untuk bisa menyisihkan waktu berdua. Saat ada waktu libur nasional, walaupun hanya 1 hari, cobalah untuk meluangkan waktu untuk pergi berdua saja. Bisa ketempat yang baru, yang belum pernah anda berdua kunjungi, tapi bisa juga ketempat yang memang pernah memiliki arti tersendiri untuk anda berdua. Masalah anak - anak, tak ada salahnya kok kalo sesekali anda menitipkannya kepada orang yang terpercaya. Anak - anak pastilah mengerti dengan kondisi orang tuanya yang memang butuh privaci dalam kehidupan mereka.
Jangan sampai kesibukan anda menjadikan hubungan anda berdua hanya sebagai sebuah kewajiban dan ritual saja. Tapi jadikan juga hubungan kaliaan berdua sebagai sebuah hubungan yang nantinya akan memperkokoh pondasi rumah tangga kalian berdua. Karena bagaimanapun kita sebagai manusia tetaplah memerlukan waktu untuk menikmati kehidupan yang harmonis dan dinamis.

Kamis, 16 Agustus 2007

Hanya 3 Kata

Sering kali banyak dari kita lupa bahwa dalam kehidupan ini sangat penting untuk menghargai orang lain, terutama orang terdekat kita. Kadang kita cenderung cuek dengan kondisi orang terdekat kita. Kita menganggap bahwa kebersamaan kita dengan mereka membuat mereka tak lagi layak untuk mendapatkan hal yang special dari kita. Padahal seharusnya kita jauh lebih menghargai orang terdekat kita, karena dengan merekalah kita menghabiskan separuh bahkan seluruh waktu hidup kita. Orang terdekat itu bisa orang tua, saudara, teman, sahabat, bahkan suami ataupun istri kita.
Mereka mungkin tak pernah meminta apapun untuk hidup mereka, melihat kita bahagia saja pastilah mereka juga ikut merasakan bahagia yang sama. Namun sebagai orang yang menghargai orang lain, seharusnya kita lebih dalam memperlakukan mereka. Terutama dalam bersikap dan bertutur kata. Ada tiga kata sederhana yang sesungguhnya mempunyai makna sangat dalam, bahkan mampu meruntuhkan segala keadaan yang mengkin sedang tidak mengenakkan antara kita dengan orang terdekat kita. Tiga kata yang selama ini mungkin sebagian dari kita telah lupa untuk mengungkapkannya. Tiga kata yang sangat sepele, sehingga kita kadang tidak sanggup melihat kedalam makna yang terkandung didalamnya.
Tiga kata tersebut adalah Maaf, Tolong dan Terima kasih…saat kita meminta sesuatu pada orang lain kadang kita tak pernah lupa untuk menggunakan kata ini, Tolong. Sedangkan dengan orang terdekat kita, kita seenaknya menyuruh mereka melakukan apapun untuk kita ataupun mengambil keperluan kita. Saat kita melakukan kesalahan pada orang lain, tanpa canggung kita langsung meminta Maaf, bahkan dengan wajah yang sangat menyesal. Sedangkan dengan orang terdekat kita, kita cenderung menyepelekan segala kesalahan kita kepada mereka, karena kita menganggap mereka pastilah memaafkan kita tanpa kita harus memintanya. Saat kita berbelanja ataupun dilayani oleh orang lain kita langsung mengucapkan Terima Kasih atas keletihan dan kerja keras mereka kepada kita. Tapi apakah kita pernah mengucapkan terima kasih pada saat istri kita yang menyiapkan sarapan untuk kita, atau saat suami kita membantu menurunkan belanjaan kita, atau pada saat Ibu kita memasakkan makanan kesukaan kita…Rasanya sedikit dari kita yang melakukan hal tersebut bukan??!! Belum terlambat untuk kita memperbaiki cara kita bertutur kata dan bersikap terhadap orang terdekat kita. Terutama terhadap orang tua, suami/istri, saudara dan sahabat, karena merekalah orang yang akan menjadi bagian dalam hidup kita.

Terpedaya Sugesti

Banyak dari kita sering mendengar hal – hal yang kalo dipikir dengan akal sehat mungkin tidak masuk akal. Seperti saat kita ingin menggelar hari pernikahan, banyak dari orang tua kita yang tak hanya sibuk menyiapkan segala hal yang berhubungan dengan terlaksananya perhelatan itu, tapi mereka juga sibuk menanyakan kepada “orang – orang tertentu” mengenai kecocokan kita dengan pasangan kita, tentang tanggal baik pernikahan kita dsb. Saat kita ingin pindah rumah juga, kita selalu disibukkan dengan memilih lokasi rumah yang letaknya baik menurut aturan “beberapa ilmu”, belum lagi tanggal pindah rumahnya, haruslah lagi – lagi dihitung dengan perhitungan yang tidaklah mudah.
Kalo kita tidak melakukannya, saat terjadi sesuatu yang tidak baik ditengah perjalanan kita, kadang kita kembali mengingat hal – hal yang dulunya sengaja kita lupakan (karena kecenderungan tidak masuk akal itu), padahal hal – hal yang tidak baik didepan kita itu bisa saja mengandung maksud banyak hal. Salah satunya mungkin kita harus lebih dewasa lagi dengan adanya ujian – ujian yang kita alami.
Hal yang buruk itu juga kadang hadir karena kita terlampau tersugesti dengan penuturan bahwa kalo kita tidak melakukan hal – hal yang “wajib” itu maka kita akan mendapatkan hal yang tidak baik. Padahal sebenarnya saat kita tidak melakukannya pun tidak akan menyebabkan apapun terhadap kita, bahkan ada kalanya saat hal – hal “wajib” itu tidak kita lakukan kita menjadi jauh lebih baik. Nah, apa yang harus kita lakukan saat kita terbentur pada kenyataan seperti itu??!! Mudah, kita hanya harus berpositif thingking terhadap apapun kejadian yang telah, sedang dan akan kita lalui. Bukankah Allah tergantung bagaimana perasaan/pikiran hambaNya. Maka saat kita berfikiran buruk terhadapNya, maka itulah yang akan kita dapatkan. Begitu juga sebaliknya. Kita juga harus selalu berdo’a sebelum melakukan apapun. Karena dengan do’a bisa menjauhkan kita dari takdir – takdir atau kejadian – kejadian buruk yang akan menimpa kita. Sisanya ya sebagai manusia kita wajib berserahdiri atas apapun yang Allah gariskan pada kita. Dengan begitu kita tidak akan lagi merasa tidak nyaman dengan hal – hal yang “wajib” kita lakukan padahal hal tersebut tidak masuk akal.

Selasa, 14 Agustus 2007

Indah dan Uniknya Masa Hamil(Dialami Istri – Dirasakan suami)

Bahagianya saat tahu hamil! Haru dan gembira campur aduk. Anda dan suami pun mengalami masa-masa unik dan bahagia yang bisa bikin hati terkesima.
Yang dialami calon ibu :
• " Hei… ia bergerak! Hallo Nak, sedang apa di dalam perut Mama?”
• Ingin makan aneka makanan, dari cokelat, bakso hingga sepiring rujak? Hmm… inilah saat yang tepat, karena tak perlu pusing-pusing memikirkan program diet.
• Saat merasakan pegal-pegal di punggung atau di kaki, suami tak keberatan mengelus-elus atau memijat lembut bagian tubuh yang pegal
• Merasa semakin gendut dan tembem? Tak perlu risau, orang lain pun memaklumi kondisi wanita yang tengah hamil.
• Lebih tertarik bersantai di tempat tidur sambil membaca majalah atau mendengarkan musik, ketimbang berolahraga jalan pagi mengitari kompleks perumahan. Tapi sih, seharusnya harus juga sedikit-dikit olahraga, kalau sudah di atas tiga bulan.
• Ini saatnya shopping baju-baju khusus ibu hamil dong. Belum beli sepatu lagi. Asyik!
• Akhir-akhir ini merasa ingin marah, mudah kesal, atau cepat tersinggung, baik pada suami atau orang lain? Tak apa. Ini wajar terjadi di masa kehamilan, karena tubuh mengalami berbagai perubahan hormonal.(Dan sang suami pasti akan pasrah, deh!)
• “Bercinta? Boleh ya libur dulu? Badan ini rasanya tidak nyaman.” (Dia juga akan pasrah lagi!).
• Adakalanya merasa kurang percaya diri dengan kondisi tubuh. Seperti, kulit semakin hitam dan perut semakin buncit. Namun, saat bercermin, coba perhatikan, “Aku tampak lebih segar, badan semakin berisi, dan perut gendutku menambah daya tarik kok….

Sedangkan yang dialami calon ayah :
• “Istriku sedang mengandung keturunanku. Aku harus menjaganya supaya ia tetap sehat selama hamil.”
• “Rasanya seperti mimpi. Tak lama lagi, aku jadi ayah.”
• “Sayang, kenapa kamu marah-marah terus? Apa salahku?”
• Hari sudah larut malam, tetapi istri ingin makan pempek khas Palembang . Aduh, ke mana harus mencari? Mana ngantuk banget lagi….
• Adakalanya terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, sehingga lupa jadwal mengantar istri ke dokter kandungannya.
• Sejak hamil, dia seperti enggan saya ajak bercinta. Saya jadi kesal!
• “Selama hamil istri saya terlihat semakin cantik, segar, berisi dan seksi !”
• Rasa cinta semakin bertambah melihat istri yang sedang hamil

Senin, 06 Agustus 2007

Bentuk Kepedulian

Nabi Saw melihat Sa'ad yang sedang berwudhu, lalu beliau berkata, "Pemborosan apa itu, hai Sa'ad?" Sa'ad bertanya, "Apakah dalam wudhu ada pemborosan?" Nabi menjawab, "Ya, meskipun kamu (berwudhu) di sungai yang mengalir." (HR. Ahmad)
Mungkin teman saya yang akan saya ceritakan ini sangat berpedoman pada hadist diatas. Teman saya ini adalah type seorang teman yang bisa dibilang agak lain sama teman yang lainnya. Karena teman saya ini sangat lembut, bahkan bisa dibilang sangat lembut. Untuk berbicara dengan saya saja, yang berjenis kelamin sama dengan dia, dia sangat hati – hati. Dia menata dengan baik gaya dan tata bahasanya, seolah dia tidak ingin ada kata – katanya yang membuat saya tersinggung atau tidak suka.
Kebiasaan lain dari dia yang sangat saya suka adalah dia sangat tepat waktu dan amanah dengan segala tugas yang di “mandat”kan kepadanya. Dia paling tidak sanggup berkata “tidak” untuk setiap tugas yang menghampirinya. Sebisa mungkin dia pasti akan menjalankannya dengan baik, bahkan saat dia sakit seklaipun. Itulah mengapa saya bilang dia sangat berbeda dengan teman saya yang lain.
Siang tadi saat saya bertemu dengan dia, saya belajar hal baru lagi dari dia. Satu hal yang baru saya lihat seumur hidup saya. Saat kami sedang berada di tempat wudhu (pas saat shalat ashar), saya wudhu tepat disamping dia. Saat itulah saya mempelajari hal baru dari dia. Dia membuka kran air wudhi dengan sangat hati – hati, pelan sekali seolah dia tak ingin air yang keluar dari kran tersebut keluar terlampau banyak melebihi kebutuhannya. Dan yang paling membuat saya kagum, dia dengan lincah memainkan kran air dengan jari jempolnya, saat dia berwudhu. Pada saat air di tangannya sudah kosong dari air yang akan dipake untuk wudhu maka dia memutar kran untuk membuka air, setelah tangannya penuh dengan air, maka dengan cekatan dia mematikan kran air itu baru kemudian dia pake air ditangannya untuk berwudhu. Begitu seterusnya sampai urutan wudhunya terpenuhi.
Saya sangat kagum melihat “gaya” wudhunya yang menurut saya tidak lazim. Bagaimana tidak, pastilah butuh kecekatan tangan yang luar biasa untuk bisa melakukan hal itu. Dan yang pasti butuh yang namanya kepedulian. Ya peduli pada lingkungan, bukankah sekarang ini banyak saudara kita diluar sana yang kekurangan air. Juga bentuk keperdulian lain kepada salah satu hadist nabi seperti yang saya tuliskan di atas. Bahwa Allah tidak suka segala sesuatu yang berlebih –lebihan atau mubazir, bahkan dalam ruang lingkup wudhu sekalipun. Sungguh pelajaran yang sangat berharga yang bisa saya ambil dari semua kebiasaan teman saya itu. Semoga kita semua juga seperti itu.

Jumat, 03 Agustus 2007

Ketika Tidur Tak Lagi Menjadi Milik Kita

Terinspirasi dari sebuah film yang pastinya sudah tak asing lagi di telinga kita. Film dari negara tetangga sebelah, yang sangat populer,tak hanya dikalangan anak - anak tapi juga dikalangan orang dewasa. Freddy Kruger...... Sipembunuh lewat mimpi. Freddy selalu menteror kita lewat mimpi yang kita jalani. Dia tak segan membunuh,bahkan saat kita hanya jatuh selama 1 menit saja dalam rasa kantuk,maka dia akan segera datang dengan terornya.
Betapa sangat mahal harga sebuah tidur. Padahal dengan tidur kita bisa melupakan sejenak segala kepenatan dan masalah yang kita hadapi. Lewat tidur juga kita dapat lebih segar lagi menghadapi hidup setelahnya. Bayangkan bagaimana kalo Freddy tak hanya ada dalam film,tentunya akan banyak dari kita yang jangankan untuk tidur, untuk memejamkan mata saja pastilah kita sudah enggan melakukannya...
Sungguh sangat baik Allah memberikan kita waktu untuk bisa memiliki waktu untuk istirahat. Melepas segala kelelahan dan kepenatan dalam tubuh kita. Menjadikan diri kita jauh lebih baik lagi setelahnya. Nikmatilah waktu istirahat yang kita dapat sekarang,karena jika kita tak lagi dapat merasakannya,maka kita akan menjadi orang yang sangat rugi, apa rasanya hidup tanpa bisa tidur....Pastilah seperti mayat hidup.

Senin, 30 Juli 2007

Perdebatan Kelamin

“ Selamat ya bu, anaknya perempuan, sehat dan cantik seperti Ibunya…” Seorang Dokter memberi selamat pada seorang Ibu yang baru saja melahirkan lewat pertolongannya. Sang Ibu tersenyum bahagia, mensyukuri kelahiran putri pertamanya yang sehat dan cantik. Sekarang putrinya sedang dimandikan oleh seorang suster, untuk selanjutnya di adzankan oleh sang Ayah. Seluruh keluarga tampak bahagia, tapi tak sebahagia seharusnya. Mereka memang bahagia dengan kelahiran anggota baru dalam keluarga mereka, tapi yang lahir adalah anak perempuan, bukan laki – laki seperti yang diharapkan. Sang Ayah memasuki kamar bersaloin dengan mantap, lengkap sudah “identitas”nya sebagai laki – laki. Karena dia telah membuktikan pada dunia keberhasilannya mempunyai seorang anak. Dengan suara lantang, Ayah mengumandangkan adzan ditelinga si buah hati. Tampak Ayah menggendongnya dengan hati – hati, maklumlah anak pertama. Si buah hati pun tertidur manja di lengan Ayah, menikmati adzan yang di “dendang”kan Ayah.
“ Anakmu sudah lahr??!!..” tanya seorang temannya diujung telpon.
“ Alhamdullilah sudah, perempuan…berkat do’a kamu juga, dia cantik dan sehat” jawab si Ibu dengan nada bahagia.
“ O, perempuan…” terdengar nada kecewa dari mulut temannya.
Penggalan cerita yang sering kali terdengar ditelinga saya. Zaman sekarang kok masih sama seperti zaman Nabi dulu. Anak masih dibeda – bedakan hanya dengan melihat jenis kelaminnya. Memang sebuah jaminan kalo anak laki – laki bisa lebih baik dari anak perempuan. Bukankah jauh lebih nikmat punya anak perempuan, kita tak perlu diurus oleh menantu nantinya, karena anak kitalah yang akan merawat kita langsung. Saya teringat dengan penggalan kalimat dari buku yang baru beberapa hari lalu saya baca. Buku Ustd. Yusuf Mansur, yang berjudul Kun Fayakun. Dalam salah satu bab bukunya disinggung tentang perdebatan kelamin ini. Ustd. Yusuf menuliskan, bahwa ada 3 hal dari diri si bayi yang tidak bisa di tolak oleh sang bayi. 3 hal tersebut adalah dari rahim siapa si bayi tersebut akan dilahirkan, siapa nama yang akan diberikan oleh kedua orang tuanya nanti dan yang terakhir, jenis kelamin yang nantinya akan menjadi identitasnya. Ya, bayi manapun tak akan bisa memilih 3 hal tersebut. Begitupun kita sebagai orang tua, kita tak bisa memilih siapa yang akan kita lahirkan dari rahim kita, dan jenis kelamin apa yang nantinya akan kita terima, hanya 1 hal yang bisa kita pilihkan, yaitu nama.
Bayi manapun tak pernah mengerti apa yang harus dia lakukan didunia ini. Mereka hanyalah sesosok manusia yang belum berdosa, yang akan menjadi harapan untuk kedua orang tuanya. Kitalah yang akan “membentuk” mereka menjadi manusia terbaik. Karena itulah, tak perlu lagi ada perdebatan kelamin, karena Nabi pun telah menjadikan wanita jauh lebih mulia dari pada laki – laki, karena sampai kapanpun anak haruslah berbakti pada Ibunya (walaupun pada Ayah juga), walaupun dia telah menikah. Wanita juga mendapatkan banyak pahala – pahala “khusus” dari Allah di saat – saat tertentu. Seperti saat hamil, melahirkan dan menjadi seorang istri.
Berbahagialah siapapun anda yang diberikan “kesempatan” oleh Allah untuk memiliki seorang buah hati, apapun jenis kelaminnya. Karena keimanan wanita ataupun laki – laki adalah sama kedudukannya di mata Allah.

Jumat, 27 Juli 2007

Bisa karena Biasa

Semua pekerjaan pada awalnya mungkin terasa sangat berat kita lakukan. Terutama pekerjaan yang memang baru untuk kita. Belum melakukannya saja kadang kita sudah mengeluh, padahal setelah kita melakukannya tak jarang kita justru menyukainya. Saya juga merasakan banyak pengalaman tentang hal itu. Saya sering sekali mengeluh jika mendapatkan pekerjaan yang baru, yang sebelumnya tidak pernah saya lakukan. Tapi setelah saya melakukannya, sayajustru jadi terbiasa dan menyukainya.
Contoh simple saja, saat saya harus membiasakan diri untuk mengisi blog ini secara rutin, memang bukannya suatu keharusan untuk saya mengisi blog ini, tapi suami mengajarkan saya untuk terus melatih "keahlian" saya menulis, mubajir katanya. Pada awal menikah pun saya benar - benar harus belajar untuk "terbiasa" ditinggal bertugas oleh suami, baik tugas kantor maupun "tugas yang lainnya". Sulit memang, tapi setelah hampir 1 tahun menikah, sekarang saya yang kadang mengingatkan suami, apa ada tugas yang memang memerlukan "keikhlasan" saya untuk jauh dari dia. Khawatir pasti lah, mana ada istri yang suka ditinggal suami bertugas jauh, apalagi dalam keadaan hamil seperti saya sekarang. Tapi itulah, kalo memang biasa yang jadinya lama - lama menjadi bisa. Ga ada yang sulit kok kalo kita mau membiasakan diri untuk "menerima" keadaan yang memang telah digariskan untuk kita, toh ga ada ruginya kan kalo kita menerima keadaan dengan ikhlas, toh malah dapat pahala kan??!!

Rabu, 25 Juli 2007

Pentingnya Komunikasi dalam Rumah Tangga

Banyak kasus perceraian yang terjadi disekitar kita dilandasi dengan alasan kurangnya komunikasi. Kedua belah pihak pasangan saling berebut sibuk diluar rumah tanpa perduli dengan keadaan didalam rumah. Mereka juga tak lagi perduli dengan “hangat”nya situasi pernikahan mereka. Padahal apa sih yang kita cari dalam pernikahan kalau bukan kebahagiaan pernikahan itu sendiri. Tapi apa mungkin sebuah pernikahan bisa menjadi bahagia kalau kita hanya perduli dengan masalah kita masing – masing.
Kurangnya komunikasi juga terjadi karena salah satu pihak tidak lagi perduli dengan kondisi pasangannya yang mungkin saat itu sedang dalam situasi yang kurang menguntungkan, misalnya sang istri yang sedang di beri cobaan sakit parah, atau sang suami yang tiba – tiba harus di PHK dari pekerjaannya. Terkadang kita menjadi “menghakimi” pasangan kita, bukannya justru mensupport mereka agar bangkit dan menjadi lebih baik.
Saat semua permasalahan dalam rumah tangga kita datang satu persatu, dan kita merasa sudah tak sanggup lagi untuk menjalaninya, ada baiknya kita saling memberi ruang untuk satu sama lain. Bukan berarti kita harus pisah ranjang atau bahkan pisah rumah, tak perlu seekstrim itu. Cukup masing – masing kita menyendiri, memberi waktu untuk hati dan pikiran kita “bernafas”. Biarkan semua hal menjadi satu dalam hati dan pikiran kita. Semua kemarahan dan kekesalan, namun jangan terpancing untuk berbuat sesuatu yang justru akan disesali bersama. Justru disaat sendiri itu, kita harus bisa menelaah lagi kebelakang, “apa tujuan kita sebelum menikah”. “Apa yang kita cari”, “apa yang kita telah rencanakan sebelumnya”, dan “akan dibawa kemana nantinya rumah tangga kita ini”.
Satu demi satu pertanyaan diatas haruslah kita jawab dengan hati dan pikiran kita yang jernih, jangan menggunakan emosi. Nantinya malah akan menimbulkan penyesalan, “mengapa harus berjumpa dengan pasangan”, “kenapa harus menikah” dan banyak lagi penyesalan – penyesalan lainnya. Nah kalo itu yang terjadi maka bukannya perbaikan yang kita dapat, malah kandasnya pernikahan.
Itulah mengapa kita perlu menjaga komunikasi dengan pasangan kita. Tak perlu sulit mencari jalan untuk bisa menjaga komunikasi. Bukankah alat komunikasi yang ada sekarang sudah sedemikian canggih. Saat kita sibuk bekerja menghadapi layar komputer, kita juga bisa On Line internet dan chating dengan pasangan, selama chatingnya tidak mengganggu pekerjaan. Atau kita bisa juga ber-sms dengan pasangan disela - sela waktu sibuk kita, walau cuma menanyakan kabar pasangan, atau apa yang sedang dikerjakannya, pastilah pasangan akan merasa diperhatikan. Komunikasi juga bisa dilakukan dengan makan siang berdua dengan pasangan, kalo memang tempat kerja kita saling berdekatan. Ya itulah sekelumit cara yang bisa kita lakukan untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasangan. Cara yang mudah, tapi cukup jitu. Pekerjaan tetap dapat berjalan dengan baik, dan pasangan pun tidak merasa “dicuekin” dengan kesibukan kita. Maka marilah kita saling menjaga komunikasi dengan pasangan, jangan sampai pernikahan kita kandas hanya karena kurangnya komunikasi kita dengan pasangan, apalagi banyak sarana yang dapat kita gunakan untuk tetap menjaga komunikasi.

Selasa, 24 Juli 2007

Ingatlah Wajah Ibu Untuk Cerminan Langkah Kita

Beberapa minggu yang lalu saya membeli buku karangan Ustd. Yusuf Mansur yang berjudul Kun fayakun. Buku itu membahas semua persoalan hidup di sekitar kita dengan segala pemecahannya yang mengembalikan permasalahan itu sendiri ke Maha pemilik urusan tersebut, yaitu Allah. Buku yang bagus sekali untuk referensi kita. Buku yang banyak banget mengajarkan saya tentang arti hidup yang sebenarnya. Memang terkadang kita selalu saja melihat segala pemasalahan dengan kacamata kita sebagai manusia, padahal apalah daya kita sebagai manusia, melihat roh kita saja kita tak mampu, apalagi mau menentukan kehidupan kita sendiri, sungguh sombong kita.
Dalam salah satu bab di buku itu, saya menemukan artikel yang menyentuh hati. Sebuah artikel sederhana yang menuliskan tentang Ridha Allah yang sangat berkaitan dengan Ridha Orang Tua. Ustd. Yusuf menuliskan bahwa saat kita tidak bisa “menggambarkan” wajah Allah, maka mari kita mengingat wajah Ibu kita untuk menghindarkan kita dari hal – hal yang buruk. Karena Ridha Allah tergantung pada Ridha Orang Tua, terutama Ibu. Bahkan Rasul menyebutkan Ibu 3 kali sebagai orang yang harus kita hormati, baru setelahnya Ayah. Mungkin tidak terpikir dalam benak kita berapa banyak dosa kita, seperti apa marahnya Allah saat kita melakukan kesalahan. Tapi mengapa kita tidak melihat pada wajah Ibu. Betapa sedihnya Ibu saat kita melakukan kesalahan. Ibu pasti merasa bersalah dan berdosa karena merasa salah mendidik kita. Padahal segala yang kita lakukan bukanlah salah Ibu. Ibu telah mengingatkan kita, Ibu juga telah mendidik kita dengan hal – hal yang baik jauh sebelum kita lahir. Ibu memberi kita makan yang bergizi, makanan yang halal. Ibu berjuang antara garis tipis kehidupan dan kematian saat melahirkan kita, Ibu juga menjaga kita dengan segenap jiwa raganya tanpa mengeluh. Itulah mengapa Ibu menempati tempat yang sangat utama dihadapan Allah.
Untuk itulah saat kita merasa bimbang akan apa yang harus kita pilih, antara kebaikan dan keburukan maka ingatlah wajah Ibu, dengan begitu kita akan mampu untuk mengerem langkah kita. Jangan kecewakan Ibu, dengan begitu Allah juga tidak akan mengecewakan kita, insyaallah….

Senin, 23 Juli 2007

Tanggung jawab Siapa.....?

Hampir disetiap kanan kiri jalan kita melihat begitu banyaknya anak – anak jalanan berkeliaran. Mereka tak lagi perduli dengan keadaan sekitar, yang mereka tau hanyalah bagaimana caranya untuk mendapatkan uang yang banyak. Namun sayangnya uang itu bukan untuk keperluan mereka, tapi lebih kepada “kepuasan” orang tua mereka yang notabene pengangguran.
Setiap hari anak – anak itu “berkelahi” dengan waktu, dengan para penguasaha jalanan yang tak henti memeras mereka, belum lagi dengan keinginan mereka sendiri untuk bisa merasakan “kebebasan” seperti anak – anak usia mereka. Mereka tak lagi bersepatu, bersandalpun tidak. Mereka bertelanjang kaki berlari mencari sesuatu yang mereka sendiri tak pernah menikmatinya.
Satu hal yang membuat saya selalu berdecak kagum dengan keadaan mereka adalah senyum mereka yang selalu riang, berlari dari satu bis ke bis yang lain, mengejar satu pintu mobil ke pintu yang lain. Mereka tak perduli dengan bahaya yang mengincar mereka. Mereka selalu riang. Tapi ada juga hal lain yang membuat saya selalu miris. Karena ternyata keadaan ini bukanlah mereka yang mau, mereka tak pernah mau melangkah untuk mengadahkan tangan, mereka tak pernah sanggup menatap mata – mata yang melecehkan mereka. Mereka terlalu kecil untuk itu.
Saya masih ingat dengan jelas beberapa kaliamat yang tertuang dalam undang – undang yang jelas – jelas menjanjikan “kemewahan” untuk mereka. Ya, fakir miskin dan anak – anak terlantar dipelihara oleh negara. Sangat jelas bukan, bahwa tempat mereka bukanlah di jalanan seperti sekarang ini. Mereka layak mendapatkan yang lebih baik. Mereka wajib merasakan sekolah, bermain, dan aktifitas lain yang seharusnya dilakukan anak seumur mereka. Bukan seperti yang mereka lakukan sekarang. Jelas bukan perlakuan yang adil. Mereka tidak seharusnya merasakan kepedihan itu, hanya karena keadaan yang tak perduli lagi dengan mereka. Mungkin tak banyak yang dapat kita lakukan, karena “keawaman” kita sebagai wagra negara. Namun masih ada yang dapat kita lakukan. Ya, setidaknya kita masih bisa memberikan hati kita untuk mereka, waktu kita, dan juga tenaga kita, dengan memberikan mereka kesempatan untuk merasakan nikmatnya kasih sayang dan indahnya sekolah. Jangan ragu untuk melapangkan segalanya untuk bisa menjadikan mereka jauh lebih baik lagi. Karena tanpa kita sadari, mereka adalah tanggung jawab kita bersama

Sabtu, 21 Juli 2007

TETAP MESRA WALAUPUN MENDAPAT COBAAN

Memang membosankan kalau kita melakukan hal yang sama terus menerus dalam waktu yang lama. Manusia butuh kedinamisan dan keharmonisan dalam hidupnya. Kegiatan kita yang selama ini kita geluti sehari – hari akan membuat kita menjadi penat dengan keadaan sekitar. Setelah kita penat, maka akan muncul tindakan yang tidak maksimal dalam melakukan segala hal. Kita cenderung sensitif akan hal – hal kecil, kita juga menjadi paranoid dengan hal yang bahkan belum terjadi dalam hidup kita. Kalau hal itu sudah terjadi, maka segala hal tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Begitu juga dalam kehidupan berumah tangga. Kita butuh dinamisasi dan keharmonisan antara suami dengan istri, anak dengan orang tua, menantu dan mertua, juga kita dengan para tetangga dan keluarga besar. Di kota besar seperti jakarta, mungkin banyak tempat yang menawarkan “surga keharmonisan” untuk keluarga. Dari mulai maal, taman hiburan, sampai taman – taman kota memasang “jaminan” kebahagiaan untuk seluruh anggota keluarga. Tapi terkadang kita lupa, bahwa sebenarnya kesemuanya itu tidaklah perlu kita beli dengan mahal. Banyak hal dapat kita lakukan bersama keluarga tanpa harus keluar uang banyak, bahkan mungkin tanpa uang sekalipun.
Saya dan suami telah mencobanya sendiri. Memang apa yang kami lakukan hari ini tidaklah kami rencanakan sebelumnya, kami lebih memandangnya sebagai “kemesraan di balik cobaan” atau mungkin “tetap mesra walaupun mendapat cobaan“. Ya, kami mendapatkan “hikmah” kemesraan itu tanpa sengaja.
Pagi hari tadi, seperti agenda – agenda sebelumnya, saya dan suami berangkat bersama keluar dari rumah kami. Sebelum berangkat kekantor suami mengantar saya terlebih dahulu kerumah orang tua saya yang kebetulan memang tidak jauh dari rumah kami, baru suami berangkat ke kantor. Tapi pagi itu, ban mobil kami bocor di tengah perjalanan menuju rumah orang tua saya. Karena tidak memungkinkan melanjutkan perjalanan, maka kami mengganti ban terlebih dahulu. Di tengah jalan, pagi – pagi, dengan kondisi jalan yang cukup ramai, kami cuek mengganti ban. Saat suami mengganti ban, suami meminta saya melap keringatnya yang keluar deras karena panas udara dan mungkin kelelahannya mengganti ban. Dan tanpa malu – malu atau pikir panjang, saya pun melakukannya. Terjadilah adegan “mesra” itu dipinggir jalan. Suami yang sibuk mengganti ban, sedangkan saya sibuk melap keringat suami.
Saya tersadar, ternyata tak sulit untuk menjalin kemesraan dengan suami. Bahkan ditengah jalan pun kita masih bisa melakukannya, dan tanpa memperlihatkan kesusilaan pula. Saya begitu bahagia, karena ditengah kepadatan agenda suami, kami masih bisa membuat kemesraan diantara kami bahkan tanpa mengeluarkan uang sedikitpun. Kami juga bisa memaknai sebuah cobaan / kejadian dengan jauh lebih baik, tanpa marah – marah, tanpa mengumpat, dan tanpa menyalahkan keadaan. Tapi justru “berterima kasih” pada keadaan, karena mungkin tanpa kejadian ini kami tak akan bisa memanfaatkan waktu kebersamaan kami dengan hal - hal yang “sepele” tapi manis. Dan ternyata mesra itu tidak perlu mahal & repot kan…??!!

Kamis, 19 Juli 2007

MENGINGATKAN TAK HARUS MENGHAKIMI….TERUTAMA KEPADA SEORANG TEMAN

Yang ingin saya share saat ini adalah sebuah pelajaran berharga yang pernah saya dapatkan dari sebuah pertemanan. Saya termasuk orang yang sulit bergaul dengan teman yang sejenis dengan saya (perempuan), entah kenapa sedari kecil saya justru banyak mempunyai teman – teman yang berjenis kelamin laki – laki. Dengan mereka saya merasa lebih “hidup”, lebih dihargai dan lebih nyaman dalam berbicara banyak hal. Sedangkan dengan teman – teman perempuan saya, saya justru selalu merasa “terancam”, tidak nyaman dan terkadang membuat saya risih dengan topik – topik perbincangan mereka. Dan ternyata ketidakcocokan saya dengan kaum saya itu membuahkan sebuah pelajaran yang membuat saya semakin “berhati – hati” dengan mereka. Ringkas cerita saya dan dia (sebut saja X), menjadi sahabat, sebenarnya bukan sahabat juga sih, karena kami kenal juga baru, dan kami sama sekali “berbeda” dalam banyak hal. Kedekatan kami dilandasi rasa saling percaya, setidaknya itulah yang saya lakukan terhadap dia, saya percaya sama dia, saya leluasa bercerita tentang banyak hal ke dia. Termasuk beberapa cerita pribadi saya. Itulah tonggak “perpecahan” antara saya dan dia.
Beberapa saat yang lalu, saya mendapati X menulis sebuah surat singkat kepada calon suami saya (sekarang sudah menjadi suami saya), memang isi suratnya bukanlah ungkapan perasaan dia kepada calon suami saya. Tapi lebih ke bentuk “kepedulian” X terhadap proses saya dan calon suami. X menasehati saya dan suami dengan berbagai dalil agama. Jujur sebagai seorang yang awam terhadap agama saya takjub dengan pengetahuan agamanya, saya juga sangat terkesima dengan perhatiannya terhadap saya dan calon suami. Tapi membaca surat singkatnya dengan seksama membuat dada saya sesak. Saya menjadi orang paling hina. Saya tidak menyangka sebagai seorang yang pada suratnya itu dia mengaku sebagai seorang sahabat dia sanggup menulis seperti itu. Ingin saya menumpahkan semua kekesalan saya kepadanya, tapi untuk apa…Bukankah itu hanya membuat saya sama dengan dia, sama – sama tidak menghargai persahabatan??!!
Saya belajar banyak sekali lewat peristiwa “berdarah” itu. Saya tidak ingin peristiwa yang sama terulang lagi. Cukup sekali dalam hidup saya, orang memperlakukan saya seperti itu. Calon suami juga menguatkan saya, entah apa yang terjadi kalau calon suami tidak membesarkan hati saya waktu itu. Tentu saya akan sangat terpukul. Semua saya pendang dengan kebesaran hati. Saya tidak ingin terus meratapi kisah saya dengan X, bagi saya masih banyak teman yang jauh lebih perduli kepada saya melebihi dia.
Saya lebih berhati – hati lagi dalam melangkah, bercerita dan memilih teman. Buat saya, teman yang baik tidak hanya bisa membuat kita lebih baik, tapi juga menjaga segala hal yang kita percayakan kepadanya. Seorang teman yang baik juga tidak akan pernah membuat temannya kecewa. Seorang teman yang baik juga akan menjaga perasaan temannya, walaupun dalam hal mengingatkan, ada bahasa yang lebih bijak untuk menyentuh hati, bukan bahasa yang menghakimi ataupun membuat teman kita justru semakin jatuh dalam permasalahannya.
Saya belajar untuk menjadi seorang teman yang baik, saya belajar untuk menjaga apapun yang diamanahkan teman saya, kalaupun harus saya bagi dengan orang lain, tentu cerita itu akan saya bagi dengan orang terpecaya seperti suami. Dan tentunya dalam mengingatkan saya akan belajar untuk menggunakan bahasa yang jauh lebih bijak dan menyejukkan bukan menghakimi, apapun kesalahan teman saya itu. Karena tiada satupun manusia yang sempurna.......ya kan??!!

Rabu, 18 Juli 2007

MEMPENGARUHI MELALUI KEBAIKAN

Kebersamaan kita dengan orang lain dalam waktu yang sama akan membuat dua kemungkinan. Kita yang terpengaruh dengan segala kebiasaan orang tersebut, atau justru sebaliknya kita yang mempengaruhi orang tersebut dengan kebiasaan – kebiasaan kita, entah kita sadari ataupun tidak. Banyak contoh kasus yang terjadi dalam simbiosis ini. Salah satu contoh sederhananya adalah saat kita mempunyai teman akrab dari mulai kita kecil sampai kita dewasa sekarang, pastilah ada beberapa kebiasaan teman kita yang tanpa sadar kita tiru, atau mungkin saat teman kita melakukan sesuatu tanpa sadar juga dia melakukan kebiasaan – kebiasaan kita, baik yang baik maupun yang buruk.
Dalam pernikahan, hal tersebut sangat banyak terjadi. Ada kalanya sang istri yang mengikuti kebiasaan sang suami, tapi kadangkala sang suami yang mengikuti kebiasaan sang istri. Dalam pernikahan saya, banyak hal kecil yang kadang membuat saya dan suami tersenyum saat kita bersama, karena ternyata walaupun pernikahan kami masih berusia dini tapi ada banyak hal yang telah membuat kita saling terpengaruh satu sama lain. Contohnya saat saya belum menikah saya sangat sulit bangun pagi, bahkan mungkin bisa dikatakan saya bangun pagi dengan terpaksa kalau memang ada hal – hal mengharuskan saya untuk melakukannya, tapi setelah menikah karena suami punya kebiasaan bangun pagi yang bisa dikatakan ekstrim, maka saya jadi terpengaruh, walaupun tak jarang kami harus “bersitegang” terlebih dahulu. Sedangkan suami setelah menikah banyak terpengaruh dengan kosa kata yang saya gunakan, padahal sebelum menikah suami termasuk orang yang “kaku” dalam berbahasa. Belum lagi dengan gaya bercanda kita yang saling mempengaruhi. Suami “mengajarkan” saya gaya bercandanya yang “kaku” tapi lucu, sedangkan saya “mempengaruhi” suami dengan bercanda saya yang blak – blakan dan cenderung rusuh.
Pernikahan memang satu lembaga yang bisa dibilang tidak ada sekolahnya, baik formal maupun non formal. Dalam pernikahan kita belajar secara otodidak tentang apapun yang terjadi didalamnya. Saat ijab kabul di ucapkan, saat kita telah sah menjadi suami istri, maka saat itu juga kita berdua (suami & istri) mulai belajar tentang apapun yang terpampang didepan mata. Kita belajar tentang sifat & sikap masing – masing pasangan kita, kita juga belajar tentang keluarga masing – masing, belum lagi kita belajar tentang bagaimana mengelola rumah tangga dengan baik, untuk kita sendiri juga anak – anak nantinya.
Itulah sebabnya kenapa kita harus “mengenal” terlebih dahulu pasangan kita. Karena setelah kita memasuki sebuah ruang yang namanya pernikahan kita tidak bisa merubah lagi apapun yang telah terpampang didepan kita, kita hanya bisa menjalaninya dengan baik. Karena itu adalah pilihan kita. Tapi jangan takut terpengaruh dengan kebiasaan orang lain, apalagi saat kebiasaan itu adalah kebiasaan yang baik. Namun alangkah lebih baik lagi kalau kita yang mempengaruhi orang lain dengan kebiasaan – kebiasaan baik kita, karena orang akan selalu mengingat kita dengan kebiasaan – kebiasan baik yang kita tularkan kepadanya. So mulai dari sekarang mari kita mulai mempengaruhi orang lain dengan kebiasaan – kebiasaan baik kita....Dan menjadikan berbuat baik menjadi kebiasaan.

STOP MENGELUH......SAATNYA MUHASABAH

Terkadang sebagai manusia kita selalu mengeluh akan hal – hal yang tidak atau belum kita capai dalam kehidupan ini. Tidak jarang juga kita sering “menyalahkan” Allah atas semuanya. Terkadang terpikir juga benarkah segala yang telah kita dapatkan didunia ini adalah memang telah digariskan untuk kita??!! Benarkah apa yang sudah kita peroleh ini adalah kerja keras kita semata??!! Benarkah masing – masing dari kita telah mempunyai porsi yang berbeda dalam hidup ini??!!
Segala sesuatu di alam ini telah tercipta dengan sedemikian sempurnanya, sangat sempurna sampai kita sebagai manusia terkadang membutuhkan waktu yang sangat lama, hanya untuk menemukan sebuah obat untuk sebuah penyakit, padahal bahan yang diperlukan telah ada sejak dahulu, bahkan mungkin telah sangat dekat dengan keseharian kita. Kita juga masih belum mengrti beberapa alasan mengapa beberapa hal terjadi, atau apa fungsi penciptaannya. Contoh saja nyamuk, bagi kita nyamuk mungkin makhluk yang paling mnyebalkan, hanya menyebabkan penyakit. Tapi kenapa Allah menciptakan nyamuk, apa fungsi yang tersembunyi didalmnya??!! Sampai saat ini kita belum juga bisa menemukan alasannya. Itulah kita manusia. Tapi bukan itu yang ingin saya “bedah” hari ini. Saya sangat tertarik dengan perkataan seorang teman beberapa saat yang lalu. Dia mengomentari sebuah kejadian. Saat itu teman saya itu mendapat “kehormatan” untuk mendo’akan seorang teman lainnya yang istrinya akan melahirkan. Keterlambatan dalam melahirkan itu telah terjadi selama 3 hari dari perhitungan dokter. Pada hari keempat, alhamdullilah sang bayi lahir dengan selamat, begitu juga dengan keadaan sang ibu. Sungguh penantian dan perjuangan yang sangat luar biasa. Lalu apa yang dikatakan teman saya...
“ Sungguh setiap apa yang ada di bumi dan langit telah berjalan dengan waktunya yang telah ditentukan sebelumnya. Segalanya tidak akan meleset walaupun hanya dalam bilangan detik, begitu juga dengan lahirnya sang bayi ke dunia”. Saat itu saya tidak mengerti maksud yang tersembunyi dalam kata – kata teman saya itu. Perlu waktu yang cukup lama bagi saya untuk menemukan penggalan makna yang tersembunyi dari kata – katanya. Beberapa waktu saya mencoba membuka kembali referensi buku – buku saya yang membahas tentang WAKTU. Dimana waktu dibahas secara islam, syar’i dan tidak dalam kacamata manusia. Di sana saya menemukan makna kata – kata teman saya yang tersembunyi.
Ternyata teman saya benar, segala yang ada di langit dan di bumi tidaklah berjalan sendiri, bahkan dalam Islam, tidak pernah mengenal kata KEBETULAN, karena Allah telah menggariskan apa yang ada dalam hidup kita, baik yang baik, ataupun yang buruk. Segala yang kita lihat, kita sentuh, kita rasa adalah sebuah karunia terbesar yang Allah berikan kepada kita. Cobalah kita lihat dalam tata surya, apakah matahari pernah lupa untuk terbit dan tenggelam, apakah bumi pernah malas untuk berputar pada porosnya... tentu saja tidak. Karena segalanya telah memiliki waktu dan tugas masing – masing begitu juga dengan kita.
Untuk itulah kita mengenal kata MUHASABAH, atau melihat, menginstropeksi diri atas segala yang terjadi pada diri kita. Apa yang terjadi pada diri kita, mungkin adalah buah dari apa yang sebelumnya telah kita lakukan. Maka apakah kita masih boleh mengeluh??!! Mengapa kita tidak mencoba untuk lebih bijak lagi menilai apa yang telah kita raih dalam hidup ini. Kalaupun mungkin ada hal – hal yang belum kita dapatkan, mungkin itu hanya masalah waktu. Karena bagaimanapun hanya Allah yang Maha Tahu, kapan waktu yang terbaik untuk masing – masing dari diri kita. Berhentilah untuk mengeluh dan mari kita belajar untuk lebih membuka hati bagi apapun yang terjadi dalam diri kita. Jangan sampai kita menjadi rugi hanya karena membuang waktu mengeluh dan meratap atas kegagalan atau keberhasilan kita yang tertunda.

Senin, 09 Juli 2007

MARILAH KITA BERHITUNG LEWAT "KACAMATA" ALLAH

"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkanhartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkantujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)lagi Maha Mengetahui." (Terjemah QS. Al-Baqarah [2] 261)
Membaca Janji Allah diatas, membuat saya percaya, bahwa sebenarnya tidaklah mungkin ada orang yang akan menjadi miskin setelah bersedekah. Bahkan mungkin saja justru kita bisa menjadi jauh lebih kaya lagi dengan bersedekah. Bagaimana tidak, coba saja kita hitung dengan ilmu matematika kita, berapa kali Allah melipat gandakan uang kita yang kita pakai untuk sedekah. Tapi entah fenomena apa yang terjadi sekarang, rasanya sekarang kita lebih banyak berhitung tentang berkurangnya uang kita, dibanding dengan "ganjaran" yang nantinya akan kita terima. Sungguh tidak masuk akal bukan...
Kita sebagai manusia sering kali menghitung dengan logika matematika kita, bukan dengan "logika" Allah. Padahal, kita tahu, apa yang tidak mungkin di tangan Allah, bahkan hal yang kadang kita anggap tidak mungkin sekalipun, bagi Allah Maha Mudah untuk melakukannya. Untuk kita yang telah bekerja, kadang dengan bilangan gaji yang tertera di slip gaji kita, mustahil rasanya kita bisa bersedekah, untuk kebutuhan sehari - hari kita saja kadang kita harus berfikir dua atau tiga kali membelanjakannya. Terutama untuk kita yang sudah berkeluarga, tentunya kita harus lebih cermat lagi untuk memainkan angka - angka itu, agar keluarga tidak terbengkalai. Kadang kita juga harus menyisihkan untuk orang tua, atau adik - adik kita. Rasanya bilangan angka itu semakin sempit saja...
Marilah kita coba untuk merenung sejenak, adakah didunia ini 1 hal saja yang sia - sia Allah ciptakan??!! Atau Adakah 1 saja firman Allah yang "meleset" dari kebenarannya??!! Rasanya TIDAK. Allah Maha Mengetahui keadaan hambanya, dan Allah juga Maha Memberi. Bahkan orang kafir saja Allah beri, apalagi kita sebagai umatnya yang taat??!! (Ups, tapi apakah kita umatnya yang taat, kalau untuk bersedekah saja kita tidak pernah melakukannya??!!...)
Marilah kita kembali kepada janji Allah tentang sedekah, marilah kita belajar untuk memakai "logika" Allah bukan sekedar logika manusia saja, marilah kita belajar untuk berbagi dengan yang lain, bukankah saat kita sedang kesusahan kita juga akan merasa bahagia dengan bantuan orang lain, dan marilah kita menjadi makhluk Allah yang taat, karena tiada lain yang akan kita terima selain surgaNya. Semoga kita termasuk didalamnya, dengan segala keimanan kita. amin

Sabtu, 23 Juni 2007

Anak adalah Amanat....

Saya sempat ngobrol dengan beberapa teman2 yang sudah menikah tentang PLUS MINUS nya seorang IBU BEKERJA. Dalam hal ini, saya berdiri sebagai sebagai seorang anak "korban" Ibu bekerja. Saya mencoba memberikan pendapat saya dari kacamata seorang anak. Saya juga mencoba "jujur" pada diri saya sendiri, saya tak ingin di anggap "bahagia" dengan kondisi kedua orang tua saya yang saat itu adalah pekerja (walaupun saya akui, saat saya kecil tak sedikitpun kasih sayang orang tua yang kurang terhadap saya).
Seorang teman mulai bertanya " Kalo Ibu bekerja itu, si anak lebih mandiri ya..., tapi ya itu tadi dia jadi kurang "terikat" dengan si ibu ". Lalu teman saya yang lain menambahkan, " Iya, kebanyakan Ibu bekerja juga punya waktu yang sedikit untuk anak2nya, kecuali yang bekerja wiraswasta / lebih banyak dirumah. Si anak juga jadi "cuek" dengan Ibu, kalo Ibu pergi, dia tidak perduli, bahkan cenderung tidak pernah sadar ada atau tidaknya si Ibu disampingnya". Kedua teman saya itu adalah seorang pekerja, teman saya yang 1 sudah dikaruniai seorang putra yang tampan dan cerdas, sedangkan teman saya yang lain adalah pekerja yang sekarang sedang menghitung bulan menantikan kehadiran si buah hati.
Saya tersenyum miris dalam hati...
Memang terkadang keadaan kami sebagai seorang Ibu berada dalam posisi yang tidaklah mudah, bahkan cenderung dilema. Kami sangat ingin membaktikan Ilmu kami, tapi di sisi lain ada tanggung jawab yang juga tidak bisa dikatakan sepele atau mudah. Saya teringat dengan Novelet karya Habiburrahman yang minggu lalu saya baca, novel yang menuliskan tentang seorang perempuan yang cerdas, berpenghasilan tinggi, dan cantik, tapi dia belum juga menikah di usianya yang telah menginjak 34 tahun. Ada banyak kesamaan kami dengan tokoh yang di gambarkan dalam Novelet itu, kecuali status gadis si tokoh. Kami juga cantik, berpendidikan tinggi, dan kami juga cerdas. Tapi di Novelet itu menulis dengan jelas, bahwa keterlambatan si gadis menikah adalah karena dia terlalu idealis dengan dirinya dan pilihannya. Dia menganggap bahwa mencari ilmu setinggi mungkin adalah sebuah keharusan, itulah yang membuat dirinya terlambat untuk menikah. Kesamaan lain dengan kami adalah, mungkin idealisme kami juga sangat tinggi, kami merasa bahwa kami telah mencapai gelar sekolah kami, lalu untuk apa kalau kami hanya berdiam diri tak berkreatifitas, apalagi hanya mengandalkan uang dari suami.
Ah...rasanya makin miris hati ini.
Teman saya lalu berkomentar lagi tentang keinginannya pensiun dini dari kantor, karena dia tidak ingin kehilangan masa2 indah mengasuh si buah hati, tapi apakah itu tidak terlambat...Karena sekarang saja anaknya telah berusia 1 tahun. Bukankah masa2 indah bersama anak adalah saat si anak berusia 0-7 tahun kurang lebihnya.
Memang tak bisa dipungkiri bahwa banyak juga Ibu bekerja yang "berhasil" mendidik anaknya menjadi seseorang. Mereka berhasil mendidik tak kalah hebatnya dengan para Ibu yang tidak bekerja. Saya kembali merenungi kata2 kedua teman saya. Saya jadi teringat kata2 seorang teman yang lain (yang saat itu tidak ikut dalam diskusi kecil kami), Anak adalah Amanat, bagaimanapun kita harus menjaga amanat tersebut. Tidak semua orang bisa mendapat kesempatan untuk bisa mendapat amanah itu. Sekarang, tidakkah kita egois jika kita lebih mementingakan keinginan kita diatas kepentingan si anak.
Kata2 saya ini tidak bermaksud menghakimi teman2 saya yang notabene adalah pekerja, juga ibu2 pekerja diluar sana. Saya juga tidak bermaksud untuk membela teman2 saya yang sekarang berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga, juga Ibu2 Rumah Tangga lain diluar sana.
Ibu bekerja tidaklah sepenuhnya buruk, banyak juga generasi berbobot yang lahir dari asuhan mereka. Tak bisa kita pungkiri juga bahwa mereka telah membuat roda ruang kerja kita bergerak begitu dinamis. Bayangkan tanpa Ibu bekerja tentunya tidak akan ada lagi senyuman ramah di Teller2, di Customer Office, apalagi suara2 merdu di telpon saat kita tersambung ke sebuah kantor, tentu sebuah pemandangan yang membosankan bukan?? Ibu bekerja juga ikut ambil bagian dalam “bertambah”nya uang belanja dirumah, walaupun banyak juga Ibu bekerja yang hanya ingin “memperkaya” dirinya sendiri.
Ibu Rumah Tangga juga bukanlah sebuah status yang pantas dipandang sebelah mata, hanya karena mereka berada didalam rumah seharian. Tapi dengan keberadaan mereka 24 jam dirumah itulah diharapkan tumbuh generasi yang lebih berkwalitas. Ibu Rumah Tangga juga dapat menjadi tumpuan anak selama yang anak inginkan, karena setiap si anak punya masalah, dia tahu bahwa ada Ibu di rumah yang selalu menantinya dengan pelukan hangat. Tapi banyak juga Ibu Rumah Tangga yang karena “kurang”nya kegiatan meraka, mereka lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk sekedar duduk didepan TV, ngobrol dengan tetangga, atau sekedar pergi ketempat2 arisan. Mereka melupakan apa sebenarnya tugas pokok mereka berada dirumah.
Itulah yang membuat saya sadar, bahwa setiap Ibu adalah anugrah bagi keluarga mereka, terlepas dari apapun status mereka. Dan seorang anak adalah anugrah bagi setiap Ibu. Maka selayaknyalah kita selalu belajar menjadi Ibu yang baik untuk semua buah hati kita, dan menjadi payung utama untuk keluarga kita, apapun status kita.
PS : Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan perenungan bagi kita semua tentang tujuan kita diciptakan sebagai seorang Ibu.

Senin, 18 Juni 2007

MENIKAH....(ehm..)

Nikah.............
Untuk satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di majelisnya wanita. Sedikit diantara komentar yang bisa kita dengar dari suara-suara di sekitar, diantaranya ada yang agak sinis, yang lain merasa keberatan, menyepelekan, atau cuek-cuek saja.Mereka yang menyepelekan nikah, bilang "Apa tidak ada alternatif yang lain selain nikah ?", atau "Apa untungnya nikah?". Bagi yang merasa berat pun berkomentar "Kalau sudah nikah, kita akan terikat alias tidak bebas", semakna dengan itu "Nikah ! Jelasnya bikin repot, apalagi kalau sudah punya anak". Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok".Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak".Ironisnya bersamaan dengan banyak orang yang 'enggan' nikah, ternyata angka perzinaan atau 'kecelakaan" semakin meninggi ! Itu beberapa pandangan orang tentang pernikahan. Tentu saja tidak semua orang berpandangan seperti itu. Sebagai seorang muslim tentu kita akan berupaya menimbang segalanya sesuai dengan kaca mata islam. Apa yang dikatakan baik oleh syariat kita, pastinya baik bagi kita. Sebaliknya, bila islam bilang sesuatu itu jelek pasti jelek bagi kita. Karena pembuat syariat, yaitu Allah adalah yang menciptakan kita, yang tentu saja lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita.Persoalan yang mungkin muncul di tengah masyarakat kita sehingga timbul berbagai komentar seperti di atas, tak lepas dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan seseorang tentang tujuan nikah itu sendiri.Nikah di dalam pandangan islam, memiliki kedudukan yang begitu agung. Ia bahkan merupakan sunnah (ajaran) para nabi dan rasul, seperti firman Allah :"dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38)Sedikit memberikan gambaran kepada kita, nikah di dalam ajaran islam memiliki beberapa tujuan yang mulia, diantaranya :* Nikah dimaksudkan untuk menjaga keturunan, mempertahankan kelangsungan generasi manusia. Tak hanya untuk memperbanyak generasi saja, namun tujuan dari adanya kelangsungan generasi tersebut adalah tetap tegaknya generasi yang akan membela syariat Allah, meninggikan dienul islam , memakmurkan alam dan memperbaiki bumi.* Memelihara kehormatan diri, menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, sekaligus menjaga kesucian diri.* Mewujudkan maksud pernikahan yang lain, seperti menciptakann ketenangan, ketenteraman. Kita bisa menyaksikan begitu harmoninya perpaduan antara kekuatan laki-laki dan kelembutan seorang wanita yang diikat dengan tali pernikahan, sungguh merupakan perpaduan yang begitu sempurna.Pernikahan pun menjadi sebab kayanya seseorang, dan terangkatnya kemiskinannya. Nikah juga mengangkat wanita dan pria dari cengkeraman fitnah kepada kehidupan yang hakiki dan suci (terjaga). Diperoleh pula kesempurnaan pemenuhan kebutuhan biologis dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah. Sebuah pernikahan, mewujudkan kesempurnaan kedua belah pihak dengan kekhususannya. Tumbuh dari sebuah pernikahan adanya sebuah ikatan yang dibangun di atas perasaan cinta dan kasih sayang."Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS Ar Ruum : 21)Itulah beberapa tujuan mulia yang dikehendaki oleh Islam. Tentu saja tak keluar dari tujuan utama kehidupan yaitu beribadah kepada Allah.Nah untuk teman2 yang belum menikah, masih berfikir berkali2 untuk menikah??????, Awas lho, ati2, jangan sampai kita "keluar dari golongan umat Rasull", karena menikah adalah salah satu dari sunnah Rasul.
Cantique's.......