Semalam saya nonton berita tentang musibah Situ Gintung bersama Pasya. Memang kejadiannya sudah 2hr yang lalu, tapi saya semalam kembali menontonnya, dan kali ini berdua dengan Pasya. Saya menunjukkan kepada Pasya bahwa ada dede bayi yang hilang, belum bertemu mamanya. Juga kakak yang menangis mencari mamanya. Dengan wajahnya yang polos, walau aku tau dia pasti belum mengerti yang aku bicarakan, tapi matanya tajam menatap kearah TV, seolah dia juga berempati dengan kejadian yang sedang terjadi. Pasya memang suka sekali melihat gambar dede bayi, atau kakak yang usianya tidak terlalu jauh dari dia. Kali ini Pasya melihat dede bayi dan kakak dalam situasi yang berbeda.
Bayi-bayi kehilangan kesempatan mereka untuk menatap masa depan, kesempatan untuk merajut kebersamaan dengan orang tua mereka. Saya ga tau bagaimana saya harus menjelaskan pada Pasya apa yang terjadi pada dunia akhir-akhir ini. Dimana dunia tak lagi bersahabat, bumi tak lagi aman untuk kita. Memang semuanya kembali kepada kita, kitalah penyumbang terbanyak segala kerusakan dan bencana yang terjadi sekarang ini. Lalu bagaimana saya menjelaskannya pada Pasya...Anak-anak tak berdosa itu terdiam kaku di tumpukkan puing-puing, bahkan tak sedikit mereka yang di temukan terongok di atas sampah-sampah, sungguh mengerikan pemandangan yang terpampang di TV. Saya menatap Pasya yang kali ini sedang asyik menikmati sebotol susu hangatnya, ya sebotol susu yang sekarang tak lagi bisa di nikmati oleh anak-anak itu. Saya memeluknya dan menciumi wajah mungilnya, sambil berbisik "Bunda sayang Pasya..." seolah mengerti, Pasya juga menciumi pipi saya. Ah betapa sejuk hati ini. Saya tak sanggup membayangkan kebahagiaan ini akan "hilang", seperti pemandangan di TV. Saya selalu berdo'a..."bahagiakan orang-orang terkasih saya Allah, karena saya tak akan sanggup kehilangan mereka."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar