Aku ga pernah menduga bahwa sebuah pertemanan yang ku bangun dengan niatan baik malah berakhir dengan sebuah ending yang ga baik. Aku memang kadang sulit untuk membedakan mana teman yang bisa aku ajak untuk "sehidup semati" mana yang tidak.
Semua berawal dari sebuah perbincangan ringanku dengan dia lewat sebuah sms. Kami berbincang tentang anak kami. Aku menanyakan tentang kabar anaknya yang usianya memang tak jauh beda dengan putri kecilku, Pasya. Sudah bisa apa dia, sejauh mana perkembangannya dan banyak lagi. Tapi ternyata aku masuk dalam sebuah lubang pertanyaan yang ujungnya justru menyulut perdebatan di antara aku dan dia. Dia menanyakan sejauh mana aku memberikan nutrisi untuk Pasyaku, apa aku masih memberikan ASI atau tidak. Aku menjawab dengan santai, bahwa aku menambahkan susu formula sebagai pendamping ASI untuk Pasyaku, hal itu pun aku lakukan bukan karena sengaja, tapi semata karena ASI ku tidak lagi mencukupi untuk menahan lapar Pasyaku. Mulailah perdebatan sengit itu. Aku mulai di hakimi dengan kata - kata yang sangat kejam, kata - kata yang membuatku seolah tak pantas menjadi seorang Ibu. Aku adalah Ibu yang jahat (itulah pandangannya tentang aku...) Aku berontak, dalam hati aku mengutuk perbuatan bodohku yang tanpa berpikir panjang memulai diskusi ini dengannya. Tapi aku seolah kalah dalam semua pernyataan yang aku kemukakan padanya. Aku kalah...
Waktu berlalu sejurus dengan perbincanganku dengannya. Aku berusaha tidak membuat apa yang kami bahas itu sebagai sebuah permasalahan. Aku masih menganggapnya sebagai seorang teman yang mengingatkan aku akan kesalahanku yang tidak bisa memberikan nutrisi terbaik untuk buah hatiku, yaitu ASI. Tapi ternyata kekecewaanku tak hanya sampai di situ. Lagi - lagi aku kecewa dengannya. Kali ini jauh lebih kecewa.. Bagaimana tidak, sebagai seorang Ibu yang telah bertaruh nyawa saat melahirkan buah hatiku, tiba - tiba saja tanpa tendeng aling - aling dia menyebut buah hatiku sebagai ANAK SAPI hanya karena aku memberinya susu formula sebagai pendamping ASI.
Ya Allah.... Aku sangat tidak percaya dengan kenyataan yang ku dengar. Rasanya aku bagai di lempari kotoran olehnya. Sebuah pertemanan yang selama ini aku jaga dengan baik, ternyata berakhir hanya seperti ini. Aku marah, tapi lagi - lagi tidak bisa ku lampiaskan langsung padanya. Aku masih berfikir sehat, aku tak mau membuka jurang permusuhan di antara kami. Aku masih harus bertemu dengannya setiap minggu. Tapi aku tak bisa membohongi perasaanku kalo aku terluka akan kata - katanya.
Saat ini aku bagai seorang pelajar yang semua tindakanku atas buah hatiku selalu di nilai oleh dia. Aku harus jadi JUARA, aku ga boleh SALAH.... Dan pada akhirnya aku STRESS. Aku selalu terobsesi dengan keadaan buah hatiku, dia HARUS sehat, GA BOLEH SAKIT, barat badannya HARUS ideal dsb. Lama kelamaan aku seolah menjadikan Pasyaku sebagai objek percobaanku. Aku buat dia menjadi yang temanku inginkan... Aku salah, salah besar!!!! Buah hatiku adalah permataku, buah hatiku.. Aku ga boleh menjadikannya sebagai bahan obsesiku. Aku harus membiarkannya tumbuh seperti apa adanya. Biar dia menjadi bintang indah di hatiku, bukan kelinci pesakitan di tanganku.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar