Rasa itu hadir sesaat setelah kau ucapkan sumpah setiamu di hadapanNya. Memintaku mendampingimu sampai kematian memisahkan kita. Penuh kemantapan kau ucapkan ikrar itu, membuatku semakin yakin bahwa kau adalah pasangan terbaik yang Allah kirimkan hanya untukku. Ini adalah rasa yang sesungguhnya. Rasa cinta tak terbatas, bukan penuh keegoan yang meluap-luap.
Lembut kecupanmu mendarat di keningku, dengan khusuk kau bacakan do'a untukku sebagai Istrimu. Meminta Allah menjaga selalu cinta kita, abadi sampai para bidadari iri. Ku cium tanganmu sebagai simbol hormatku padamu, ku tundukkan kepala seolah syarat aku akan selalu tunduk padamu. Dan di hari itulah aku tak lagi menyandang status gadis.....
Malam itu, penuh debar kita bersama. Berdua di kamar yang kini menjadi saksi awal tumbuhnya kasih sayang di antara kita. Kau bimbing aku shalat 2 rakaat, sebagai pembuka perjalanan rumah tangga kita. Berdiri gagah kau membimbingku sebagai imam, menuntunku mengarungi do'a demi do'a yang nantinya akan menjadi penolong kita. Malam itu aku rasakan, inilah cinta yang sesungguhnya, bukan cinta yang berbalut nafsu semata.
Saat ini pun aku masih saja merasakan hal yang sama. Tak sedikitpun berubah. Kau masih saja mengecup keningku lembut sehabis kita shalat bersama. Aku pun selalu tunduk mencium tanganmu, meletakkan semua keegoanku jauh di sudut hati. Kau masih seperti dulu, memberikan cinta terbaikmu tak terbagi oleh waktu. Inilah cinta yang sesungguhnya, cinta yang tak terselubung nafsu. Walau fisikku tak lagi seperti dulu, tapi matamu masih menatapku penuh kasih sayang tak berkurang sedikitpun. Inilah cinta yang sesungguhnya, yang Allah anugrahkan pada kita...Aku m encintaimu, suamiku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar