
Seorang teman bercerita kepada saya, bahwa dia terjepit keadaan dimana dia menghadapi di lema dengan Orang Tuanya. Dia telah menjalin kedekatan dengan seorang pria, namun entah karena alasan apa, Orang Tuanya tidak memberikan celah untuk hubungan itu. Lalu dia bertanya, haruskah dia "lari" dari Orang Tuanya, demi mengejar cintanya...atau haruskah dia "setia" mengabdi pada Orang Tuanya yang telah membesarkannya??!!
Saya diam..terpaku dalam pertanyaan yang sama sebagai seorang anak. Sebagai seorang anak yang juga memiliki cinta, tentu saya akan berusaha menggapai cinta saya, saya akan memperjuangkannya sampai saya benar-benar tidak dapat lagi untuk itu. Tapi naluri saya sebagai Orang Tua juga tak bisa berhenti berfikir, saya membayangkan hal itu terjadi pada Pasya kecilku kelak (jangan sampai ya Allah!!!...). Tentu saya sebagai Orang Tua akan sangat terluka dan kecewa kalo buah hati saya memilih jalan "lari" hanya demi kepuasannya. Saya lalu memberikan gambaran pada teman saya, bahwa sebagai anak kita hanya terbebani tanggung jawab atas diri kita sendiri, tapi setelah kita "naik kelas" 1 tingkat dari status kita sebagai anak, yaitu sebagai Orang Tua, maka tanggung jawab kita pun "naik kelas" 1 tingkat. Kita juga punya tanggung jawab terhadap keluarga kita, terutama anak-anak kita. Kita tak hanya bertanggung jawab terhadap kebutuhan fisik mereka, namun juga kebutuhan batiniah mereka. Salah satu nya seperti kasus di atas. Kalo anak-anak kita menghadapi kasus diatas, maka kita sebagai Orang Tua lah yang nantinya akan menjadi "tumbal" tanggung jawab atas apapun keputusan yang anak-anak kita ambil. Maka itu, jadilah anak yang bijak dalam mengambil setiap keputusan dalam hidup kita, terutama keputusan yang sangat besar, yang nantinya akan "menyeret" Orang Tua kita ke dalam pertanggung jawaban di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar