Senin, 30 Juli 2007

Perdebatan Kelamin

“ Selamat ya bu, anaknya perempuan, sehat dan cantik seperti Ibunya…” Seorang Dokter memberi selamat pada seorang Ibu yang baru saja melahirkan lewat pertolongannya. Sang Ibu tersenyum bahagia, mensyukuri kelahiran putri pertamanya yang sehat dan cantik. Sekarang putrinya sedang dimandikan oleh seorang suster, untuk selanjutnya di adzankan oleh sang Ayah. Seluruh keluarga tampak bahagia, tapi tak sebahagia seharusnya. Mereka memang bahagia dengan kelahiran anggota baru dalam keluarga mereka, tapi yang lahir adalah anak perempuan, bukan laki – laki seperti yang diharapkan. Sang Ayah memasuki kamar bersaloin dengan mantap, lengkap sudah “identitas”nya sebagai laki – laki. Karena dia telah membuktikan pada dunia keberhasilannya mempunyai seorang anak. Dengan suara lantang, Ayah mengumandangkan adzan ditelinga si buah hati. Tampak Ayah menggendongnya dengan hati – hati, maklumlah anak pertama. Si buah hati pun tertidur manja di lengan Ayah, menikmati adzan yang di “dendang”kan Ayah.
“ Anakmu sudah lahr??!!..” tanya seorang temannya diujung telpon.
“ Alhamdullilah sudah, perempuan…berkat do’a kamu juga, dia cantik dan sehat” jawab si Ibu dengan nada bahagia.
“ O, perempuan…” terdengar nada kecewa dari mulut temannya.
Penggalan cerita yang sering kali terdengar ditelinga saya. Zaman sekarang kok masih sama seperti zaman Nabi dulu. Anak masih dibeda – bedakan hanya dengan melihat jenis kelaminnya. Memang sebuah jaminan kalo anak laki – laki bisa lebih baik dari anak perempuan. Bukankah jauh lebih nikmat punya anak perempuan, kita tak perlu diurus oleh menantu nantinya, karena anak kitalah yang akan merawat kita langsung. Saya teringat dengan penggalan kalimat dari buku yang baru beberapa hari lalu saya baca. Buku Ustd. Yusuf Mansur, yang berjudul Kun Fayakun. Dalam salah satu bab bukunya disinggung tentang perdebatan kelamin ini. Ustd. Yusuf menuliskan, bahwa ada 3 hal dari diri si bayi yang tidak bisa di tolak oleh sang bayi. 3 hal tersebut adalah dari rahim siapa si bayi tersebut akan dilahirkan, siapa nama yang akan diberikan oleh kedua orang tuanya nanti dan yang terakhir, jenis kelamin yang nantinya akan menjadi identitasnya. Ya, bayi manapun tak akan bisa memilih 3 hal tersebut. Begitupun kita sebagai orang tua, kita tak bisa memilih siapa yang akan kita lahirkan dari rahim kita, dan jenis kelamin apa yang nantinya akan kita terima, hanya 1 hal yang bisa kita pilihkan, yaitu nama.
Bayi manapun tak pernah mengerti apa yang harus dia lakukan didunia ini. Mereka hanyalah sesosok manusia yang belum berdosa, yang akan menjadi harapan untuk kedua orang tuanya. Kitalah yang akan “membentuk” mereka menjadi manusia terbaik. Karena itulah, tak perlu lagi ada perdebatan kelamin, karena Nabi pun telah menjadikan wanita jauh lebih mulia dari pada laki – laki, karena sampai kapanpun anak haruslah berbakti pada Ibunya (walaupun pada Ayah juga), walaupun dia telah menikah. Wanita juga mendapatkan banyak pahala – pahala “khusus” dari Allah di saat – saat tertentu. Seperti saat hamil, melahirkan dan menjadi seorang istri.
Berbahagialah siapapun anda yang diberikan “kesempatan” oleh Allah untuk memiliki seorang buah hati, apapun jenis kelaminnya. Karena keimanan wanita ataupun laki – laki adalah sama kedudukannya di mata Allah.

Tidak ada komentar: